Saturday, April 21, 2012

JEJAK GEMPA DI PATAHAN LEMBANG. Bukti Gempa Ada Di Patahan Lembang

ADVERTISME
Jejak gempa di patahan lembang, Bukti gempa ada di patahan Lembang | angankan beradaptasi dengan gempa. Masyarakat di sekitar Patahan Lembang pun asing dengan bentang alam itu. Warga tak menyadari tebing dan bukit memanjang yang akrab dengan keseharian mereka itu "hidup" dan "bergerak".
"Pernah dengar patahan Lembang?"
"Patahan? Naon eta teh (apa itu)?" ujar Sutarman, Ketua RW 09, Desa Sunten Jaya, bingung.
Istilah Patahan Lembang tak akrab di telinganya. Padahal, di belakang rumahnya membentang bukit yang merupakan bagian dari patahan.
Dia dan warga mengenal bukit memanjang itu sebagai Gunung Malang lantaran gundukannya menghalangi atau memalang pandangan dari utara patahan ke arah selatan. Namun, tak pernah terbayang, ”perbukitan” itu sanggup mengantar gempa.
Sutarman lebih paham masalah tanah longsor sehingga sering mengimbau warga agar tidak mengganggu pohon-pohon di atas bukit. ”Di sini tidak pernah gempa. Ada goyangan-goyangan, tetapi kecil, tidak sampai membuat rumah retak,” ujar Sutarman yang membangun sendiri rumahnya.
Pertanyaan serupa diajukan kepada pengurus komite SDN Pancasila, Royke S (60). Saat diminta menunjukkan letak Patahan Lembang, Royke berpikir keras, lalu menunjuk ke arah jalan raya di depan sekolah. Sedangkan tebing Patahan Lembang tepat di belakang bangunan sekolahnya.
Hasil "Kajian Kesadaran Publik dalam Pengurangan Risiko Bencana Gempa Bumi di Wilayah Cekungan Bandung dan Sekitarnya" baru-baru ini oleh tim LIPI tak jauh berbeda. Tim itu menyurvei tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah Cekungan Bandung dan sekitarnya tentang Patahan Lembang. Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat itu tecermin dalam jawaban 607 responden guru, siswa, dan rumah tangga.
Sebagian besar siswa (62,7 persen) dan rumah tangga (62 persen) menjawab tidak tahu tentang Patahan Lembang. Ini menunjukkan Patahan Lembang masih asing bagi masyarakat dan siswa.
Ketika ditanya lebih lanjut apa yang dimaksud Sesar Lembang, jawaban-jawaban "ajaib" bermunculan. Sepuluh persen siswa menyebutkan, Sesar Lembang sebagai nama salah satu jalan di daerah Lembang. Lebih mengejutkan lagi, 0,9 persen siswa menyatakan sebagai operasi ibu melahirkan yang dalam bahasa kedokteran disebut operasi sesar.
Upaya sosialisasi sebetulnya sudah dimulai sejak pemberitaan tentang bahaya Patahan Lembang mencuat. Namun, tidak mudah menjelaskan wujud patahan yang rumit dan potensi ancamannya kepada masyarakat.
"Sosialisasi terutama di sekolah-sekolah. Ada yang oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan instansi lain, seperti perguruan tinggi," ujar M Pakih, Kepala Seksi Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Barat.
Jika bukan karena kegempaan yang tinggi dan beberapa kali peningkatan status Gunung Guntur, barangkali warga di sekitar kaki gunung itu juga sulit mengingat kehadiran Gunung Guntur sebagai gunung api aktif yang menghancurkan.
Bagi Eti Rohati (45), pengampu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD Pasawahan II, ramainya rumor akan meletusnya Gunung Guntur tahun 2007 menjadi momentum yang menyadarkan warga bahwa mereka tinggal di dekat gunung api aktif. Walaupun kemudian, rumor itu tidak terbukti.
Pemerintah daerah menggelar beberapa simulasi bencana letusan Guntur sebagai antisipasi. ”Banyak warga dan anak-anak yang terlibat di dalamnya. Para guru dan siswa menjadi tahu harus bagaimana dan ke mana menyelamatkan diri jika gunung meletus,” ujar Eti. Dia sering menggunakan Guntur yang berjarak 10 kilometer dari sekolah dan penambangan pasir di sekitarnya sebagai sarana pembelajaran kegunungapian.
Yanto (40), pedagang makanan warga Desa Cimanganten, Kecamatan Tarogong, Garut, pun mulai sadar kalau dia tinggal di kawasan bencana. Dia sempat menjadi salah satu peserta simulasi yang menginformasikan antara lain tempat berkumpul, lokasi pengungsian, dan barang yang harus dipersiapkan jika terjadi letusan.
Simulasi letusan gunung yang digelar BPBD, perguruan tinggi, dan berbagai instansi lain itu meyakinkan Anas Aolia Malik, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Garut, bahwa persepsi masyarakat Garut yang tinggal di sekitar gunung api terhadap bencana relatif baik.
"Warga tahu risiko," ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Garut menganggarkan Rp 4 miliar untuk sosialisasi risiko bencana. Di samping itu, ada Rp 3 miliar hingga Rp 10 miliar per tahun dalam pos biaya tak terduga yang bisa digunakan untuk penanggulangan bencana.
Pemerintah daerah membentuk pula enam kelompok masyarakat peduli bencana yang bertugas membantu sosialisasi dan penanggulangan bencana.

sumber:kompas

Artikel Terkait

0 comments:

Post a Comment